Total Pageviews

Popular Posts

Salah satu kiprah MPKAS (Masyarakat Peduli Kereta Api Sumbar) yang unik dan patut diberi acungan jempol adalah kisah kerjasama mereka dengan PT KAI  dalam proses  ”pemulangan” lok uap E1060 buatan tahu 1966 yang berhasil diminta dan dibawa pulang dari Ambarawa dan dibawa kembali ke Sumatera Barat, ke tempat asal dia bertugas dulu.
Lok ini menempuh perjalanan panjang dibawa dengan trailer dari Ambarawa, meliwati jalan pantura, jalan tol Jakarta Cikampek, masuk ke tol kota Jakarta, naik kapal pengangkut ke Teluk Bayur, dan dibawa lagi dengan trailer ke Muara Kelaban. Di Muara Kelaban dia baru dipindahkan ke rel, dan menempuh perjalanan ke Sawahlunto yang dulu sudah sering dia lintasi.
Ini suatu prestasi yang dilandasi dengan kerja keras dan sungguh-sungguh dari para penggiat MPKAS. Lok ini diniatkan untuk menjadi ikon wisata kereta api Sumbar nantinya. Dia akan didandani,  baik eksterior, interior  ataupun jeroannya karena akan digunakan secara terbatas sesuai dengan sisa kemampuannya. Dikhabarkan bahwa dia akan melayani wisata kereta api Sawahlunto-Silungkang saja.
Dia dinobatkan dengan nama panggilan Mak Itam. Ini adalah nama nostalgia. Zaman dulu (jadul) kalau ada orang yang badannya pegal-pegal akan disarankan temannya untuk berurut (pijet bahasa di Jawanya) ke tukang urut terkenal “Mak Itam”. Kata si teman kalau berurut ke Mak Itam semua pegal-pegal pasti hilang. Ya, pasti hilang bersama hilangnya nyawa yang dipijat yang berbaring di rel yang akan dilaluinya nya. Ini lelucon kuno “jadul” yang tentunya tidak akan dimengerti oleh generasi masa kini.
Tapi ada lagi kisah nostalgia yang lain kalau melihat kereta api yang ditarik lok uap mendaki di lembah Anai dengan jalan yang berkelok-kelok itu . Lok uap yang ngos-ngosan menarik rangkaian gerbong itu mengeluarkan bunyi peluitnya yang sangat khas. Sekali-sekali di awal belokan peluitnya akan melengking mengingatkan orang yang kemungkinan berjalan diatas rel dimukanyanya dibalik tikungan yang tentunya tidak tampak oleh sang masinis.
Anak-anak zaman dulu sangat hapal dengan bunyi yang khas dan terkait dengan beban kehidupan ini. Bagi yang tua-tua tentu ingat bunyinya. Yang muda ingin tahu ? Bunyi Mak Itam dan teman-temannya dulu itu disertai lengkingan peluitnya kalau masuk ke belokan adalah seperti ini : ” Shuuu…shah, shuuu..shah……, shuuu..shah……, shuuu..shah……, cari duit, duiiiiiiiiiiiiiit………”
Yah, ternyata dari zaman penjajahan sampai sekarang kondisi ekonomi masyarakat sama saja : alangkah susahnya mencari duit sebagaimana akan diingatkan kembali oleh Mak Itam nanti. Nggak percaya ? Tunggu saja nanti Mak Itam berjalan terseok seok diatas rel bergigi sewaktu masuk ke jalan yang berbelok.
Dengan “hidup kembali”nya Mak Itam, jokes ini pasti akan hidup pula kembali, termasuk tentang Mak Itam yang tukang urut tadi. Ini namanya “revitalisasi” jokes.[eb]